2/01/2010

Mensucikan VS Disucikan Jiwanya


Mensucikan VS Disucikan Jiwanya Dec 3, '09 11:04 PM


Oleh : Ferry Djajaprana

Ada sebuah pertanyaan tentang S. As-Sams 9, 10 : “ Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensucikan JIWANYA dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya.”

padahal di ayat lain dijelaskan: “Dan tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan” (Al-waqiah (79)).

yang satu mensucikan, yang satu lagi disucikan. Pertanyaannya: kapan mensucikan dan kapan disucikan..? jika yang mensucikan itu adalah hal JIWA, apakah yang disucikan juga JIWA..?

Jawab :

Membandingkan ayat sebaiknya kita harus memahami azbabul nuzul tentang ayat tersebut melalui tafsir Al Quran. kalau kita buka surat al Syam (QS. 91)maka menjelaskan tentang jiwa dan penyempurnaannya (6), Allah mengilhamkan jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaan (7). Sesungguhnya orang yang beruntung yang menyucikan jiwa itu (9).

yang disucikan itu ada di surat Al Waaqi'ah, pada ayat ini:

77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,

78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),

79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.

Pada surat Al Waqiah ini berisi tentang siksa neraka dan surga, dan pentingnya bertakwa di saat kita tinggal dunia, karena dunia adalah ladang akherat.

Pertanyaannya : apakah yang mensucikan dan disucikan adalah jiwa?

Dalam pembahasan Tasawuf manusia bukanlah mahluk hidup yang hanya terdiri dari fisik belaka, melainkan lebih dari itu manusia adalah mahluk ruhani. Manusia dalam Bahasa Arab adalah nafs yang berarti diri, pribadi. Ada satu ungkapan yang umum bagi kalangan Sufi yaitu "Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu" yang artinya "Barang siapa yang mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya" dan firman Allah dalam Al Quran yang menjelaskan bahwa manusia tercipta dari Diri yang satu.

Selain disebut nafs, manusia juga disebut Insan dan basyar. Insan sudah ada sebelum diciptakannya waktu akan tetapi bentuk atau wujudnya berupa ruh/jiwa/spirit.

Spirit dalam Bahasa Yunani artinya murni, maksudnya sesuatu yang murni yang tiada bentuk sebelum diciptakannya langit dan bumi. Insan sudah ada sejak zaman azali, sebelum diciptakannya waktu. Di dalam ilmu Fisika disebutkan bahwa adanya waktu karena adanya gerak atau perpindahan ruang, adanya perpindahan ruang terjadi karena perpindahan materi. Jadi, apabila tidak ada materi maka relevansinya tidak ada waktu.

Akan tetapi walaupun manusia diciptakan sebagai ruh setelah tercipta langit dan bumi manusia tidak menetap di alam ruh tetapi harus melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi. Untuk itu diciptakan jasad yang terbuat dari sari pati tanah.

Dari sari pati tanah, carbon, hidrogen, fosfor, dan lain sebagainya membentuk suatu tubuh. Basyar terbentuk dari tanah kemudian diturunkan ruh pada dimensi tubuh. Yang disebut manusia atau al insan sesungguhnya adalah ruhnya bukan tubuhnya. Kalau tubuh adalah sebagai alat untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah di dunia ini.

Ruh berbeda dengan jiwa.. kalau ruh adalah sesuatu yang suci bersifat keilahian sedangkan jiwa bersifat membumi. Membedakannya melalui rasa.

Rasa nafsani/emotional/jiwa : ini paling sering dialami karena berhubungan dengan orang lain, ini yang memainkan rasa bahagia - sedih, sayang - benci, berani - takut, rindu - cemburu, tenang - gelisah, indah - jelek, lapang dada- kecil hati. Rasa kemanusiaan tidak memiliki perekat yang kuat di dalam diri sehingga ia mudah berubah, seiring dengan perubahan waktu.

"Positif (Taqwa) - negatif (fujur)", (QS. As Syam, 91 : 8-9)

Rasa Ruhani (spiritual) : yang selalu bersifat positif sehingga kita tawadhu, sabar, ikhlas, syukur, yakin, tawakal, ridha dan khusyu.

Setelah kita tahu bahwa jiwa dan ruh berbeda, maka kita tahu obyek apa yang akan kita bersihkan yaitu JIWA/ AN Nafs dari sifat negatif (fujur) menjadi taqwa ( QS. Asyam).

Hal ini dikuatkan dengan Al Waqiah, berupa sambutan Tuhan akan ketakwaan.. Tuhan menyambutnya dengan mempermudah orang yang ingin mensucikan dengan cara nafsnya disucikan sehingga membaca Al Quranpun menjadi mudah.

“ Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS Al Waqiah).

Kaum sufi melakukannya dengan cara Tazkiyatun Nafs. (saya sudah bahas ini dua hari lalu, dalam rasa ruhani). Penyucian jiwa dilakukan dengan cara mentransformasikannya dario nafs yang rendah ke nafs yang tinggi. Yang disucikan adalah nafs ammarah atau jiwa yang menyuruh kepada kejahatan.

Menurut Al Quran “Sungguh jiwa menyuruh kepada kejahatan..”.(QS 12:53)

Apabila jiwa sudah dibersihkan dan mulai menjauhi kejahatan maka ia mulai mencela dan memperbaiki dirinya (al Nafs al lawamah atau jiwa yang mencela).

“Dan Aku bersumpah demi jiwa yang mencela dirinya sendiri..” (QS. 75.2)

Manakala jiwa sudah disucikan dan menggapai cinta Allah serta mendapatkan kebahagiaan, maka iapun akan berbuat baik dan benar, dan bukan lagi menjadi sumber kejahatan, Ia sudah mencapai sifat malakut, serta melakukan apa yang diperintah Allah.

“Yang tidak pernah menolak perintah yang mereka terima dari Allah, tetapi mereka mengerjakan apa yang diperintahkan oleh mereka”. (Qs. 26.6)

Nah, nafs ini kemudian menjadi sumber yang darinya mengalir semua amal kebaikan dan pikiran baik.

Kapan mensucikan dan disucikan, diatas sudah saya sebutkan di atas bahwa di dalam ilmu Fisika disebutkan bahwa adanya waktu karena adanya gerak atau perpindahan ruang, adanya perpindahan ruang terjadi karena perpindahan materi. Jadi, apabila tidak ada materi maka relevansinya tidak ada waktu. Artinya, sejak kita lahir kita harus memperbiki nafs kita atau mensucikan nafs kita..dan membawanya ke arah ketakwaan karena kalau tidak kita akan fujur. Sedangkan disucikan bilamana satu tahapan (maqamat) selesai, maka kita akan disucikan jiwanya...

Dalam buku ”Al kimiya al Saadah” - Al Ghazali.. menjelaskan tentang pengkikisan karat pada logam.., diibaratkan annafs ini karat logam yang perlu dipanaskan, ditempa dan dibentuk untuk dibentuk menjadi sesuai dengan keinginan pandai besi/tukang logam tersebut untuk dihiasi sesuai dengan keinginannya. Nah, proses perubahan jiwa ini di dalam tasawuf dilakukan melalui jalan tharikat.. dan pandai besi tersebut adalah Sang Mursyid. Jiwanya adalah kita yang sebagai muridnya..

Sekian semoga membantu..

Kisah Asma’ R.ha. Bertanya tentang Pahala bagi kaum Wanita

Kisah Asma’ R.ha. Bertanya tentang Pahala bagi kaum Wanita Jan 28, '10 4:18 AM
by islamsejuk for group islamunderattack


Asma’binti Yazid Anshari r.ha. adalah seorang sahabiah. Pada suatu ketika, ia mendatangi Nabi saw. Dan berkata,”Ya Rasulullah, aku datang sebagai utusan kaum wanita. Sungguh, engkau adalah utusan Allah untuk kaum laki-laki dan juga wanita. Untuk itu, kami sebagai kaum wanita telah beriman kepada Allah dan kepada mu. Kamikaum wanita selalu tingal di dalam rumah saja, tertutup dalam hijab-hijab, dan sibuk menunaikan keperluan serta keinginan suami. Kami selalu mengasuh anak-anak, sedangkan kaum laki-laki selalub mendapat pekerjaan yang memborong pahala. Mereka dapat menghadiri shalat Jum’at, dapat berjamaah shalat lima waktu, dapat menjenguk orang sakit, menyertai jenazah, pergi haji, dan yang paling utama, mereka dapat menghadiri shalat Jum’at, dapat berjamaah shalat lima waktu, dapat menjenguk orang sakit, menyertai jenazah, pergi haji; dan yang paling utama, mereka dapat berjihad di jalan Allah. Jika mereka sedang mengerjakan haji, umrah, atau jihad, kamilah yang menjaga harta mereka, menjahitkan baju mereka, dan memelihara anak-anak mereka. Maka, apakah kami tidak mendapatkan pahala yang sama dengan mereka?”.


Rasulullah saw. Mendengarkanya dengan penuh perhatian. Kemudian beliau berpaling kepada para sahabatnya dan bersabda,”pernahkah kalian mendengar sebuah pertanyaan agama yang lebih baik daripada pernytaan manita ini?” Para sahabat r.hum berkata,”Ya Rasulullah, bahkan kami tidak menduga bahwa kaum wanita akan dapat bertanya seperti itu.” Lalu beliau berpaling kembali kepada Asma’r.ha. dan bersabda,”Dengarkanlah dengan baik dan perhatikan, lalu smpaikanlah kepada para wanita muslimah yang telah mengirimmu ke sini. Apabila para istri selalu berbuat baik kepada suaminya, selalu mentaatinya, melayaninya dengan baik, dan berusaha membuat suaminya selalu bergembira, maka itu adalah sesuatu yang sangat berharga. Jika semua itu dapat kalian kerjakan, kalian akan mendapatkan pahala yang sama dengan kaum laki-laki.”Mendengar jawaban Nabi saw. Itu, hati Asma’ r.ha. sangat gembira. Kemudian ia segera kembali menjumpai kaumnya.


Pelayanan yang baik dan ketaatan seorang istri terhadap suaminya merupakan kebaikan yang sangat berharga. Namun kebanyakan wanita sekarang ini melalaikannya. Pada suatu ketika, para sahabat r.hum hadir di majelis Rasulullah saw. Mereka bertanya,”Kami melihat orang-orang non-Arab sangat menghormati raja dan para pemimpinnya dengan bersujud. Padahal engkau lebih berhak dihormati seperti itu oleh kami.” Namun Nabi saw. Melarang berbuat demikian kepadanya. Beliau bersabda, “Seandainya aku dibolehkan memerintahkan seseorang bersujud kepada selain Allah, niscaya akan kuperintahkan para istri untuk bersujud di depan suaminya.”Beliau juga bersabda,”Demi Allah Yang nyawaku di dalam gemgama-Nya, seorang istri tidak dapat memenuhi hak-hak Allah sebelum ia memenuhi hak-hak suaminya.


Sebuah riwayat lain menyebutkan,”Suatu ketika, seekor unta datang dan bersujud di hadapan Rasulullah saw.Para sahabat r.hum berkata,”Jika hewan ini saja bersujud kepada Rasulullah saw. Tentu kami lebih berhak bersujud di hadapanmu, ya Rasulullah.’ Lalu beliau menjawab dengan jawaban di atas,’Seandainya aku dibolehkan memerintah seseorang bersujud kepada selain Allah, maka akan kuperintahkan para istri bersujud di depan suaminya.”Dalam hadits lainya disebutkan bahwa beliau bersabda,”Jika seorang istri meninggal dunia dan suaminya rela kepadanya, istru itu pasti masuk surga.” Sebuah hadist lain menyebutkan,”Seorang istri yang memarahi suaminya dan berpisah tidur pada malam harinya, maka pada itu para malaikat melaknatnya smpai pagi.” Beliau juga bersabda, “Ada dua jenis manusia yang shalatnya tidak akan diterima, sehingga tidak akan naik ke langit melebihi kepala mereka. Pertama, seorang hamba yang lari dari tuannya. Dan kedua, seorang istri yang tidak mentaati suaminya.”

Cintamu Abadi, Wahai Khubaib!


Cintamu Abadi, Wahai Khubaib! Jan 28, '10 3:57 AM
by Ervan for group islamunderattack

Cintamu Abadi, Wahai Khubaib!Oleh cinta,sang pribadi kian abadi.

Lebih hidup, lebih menyala, lebih berkilau.

(Sir. M Iqbal)

Apa kabar sahabat ? Tidakkah Allah masih menumbuhkan kuku-kuku jarimu hingga tanganmu perkasa melakukan banyak hal ? Pada jenak ini, indera pandanganmu masihkah mampu membaca tulisan ini dengan baik ? Udara masih terjaga bukan untuk mengisi penuh paru-parumu hingga kau bernafas dengan leluasa? Dan jantungmu masihkah pula berdetak untuk mereguk sisa porsi waktu ? Jika demikian, saya pasti mendapat jawaban “Alhamdulillah luar biasa” untuk pertanyaan pertama.

Sahabat, pinjam waktumu sebentar. Bersiaplah untuk sejenak mengalun bersama kisah seseorang. Insya Allah sebuah kisah cinta, yang mudah-mudahan pesonanya membuat kita juga menjadi sepertinya. Menjadi seorang pecinta.

Sahabat, hafalkan dengan baik nama yang mulia ini, meski untuk itu, engkau harus pula bersusah payah. Bergegaslah mempersiapkan sebuah ruang dalam benak, untuk mengingatnya. Hingga suatu saat, kau mampu menebar hikmahnya kepada yang lain. Dan Insya Allah, hal ini adalah ekspresi cintamu, sama seperti tokoh utama pada kisah berikut. Seorang pecinta.

***

Seorang ksatria tengah tersenyum. Lembah Badar baru saja usai dari sebuah peperangan. Pekikan semangat Allah Maha Besar tak lagi terdengar. Senjata saling beradu sudah tak terjadi. Sebuah kemenangan baru saja tergenggam. Kaum kafir Quraisy beranjak pulang tanpa kepala yang tegak. Mereka merunduk malu setelah meneguk sebelanga pahit kekalahan. Tak pernah mereka kira jika manusia-manusia pencinta Muhammad, lebih memilih darahnya tumpah dibanding melihat Al-Musthafa terkena seujung kuku senjata. Untuk mereka, hari itu adalah kisah kelam yang amat sulit terlupa.

Cinta kepada Nabi yang Mulia menyemerbak di Lembah Badar. Nafas di raga bukanlah apa-apa dibandingkan keselamatan Al-Amin dan tegaknya Islam yang agung. Seorang ksatria masih saja tersenyum. Hatinya berbunga, karena Al-Harits bin ‘Amr bin Naufal meregang nyawa di ujung pedangnya. Ia sungguh senang, bangsawan sekaligus pemimpin Quraisy pengganggu purnama Madinah itu, kini mati. Hari itu ia adalah salah satu perindu surga. Hari itu ia adalah salah seorang sahabat yang membuktikan kecintaannya kepada Rasulullah dengan turut menjadi pasukan para pemberani. Hari itu, ia adalah seorang ksatria pembela agama, yang kemudian cintanya abadi. Khubaib bin ‘Ady.

***

Suara Rasulullah memenuhi udara. Mesjid hening mendengar tuturnya. Semua pandangan berarah pada satu titik. Di sana, di atas mimbar, sesosok cinta tengah berdiri, memandang syahdu mereka semua. Dari bibir manisnya terlantunkan sebuah titah.

“Aku, baru saja didatangi, utusan dari kabilah ‘Udal dan Qarah. Berita tentang Islam telah sampai kepada mereka. Mereka sungguh berharap orang-orang yang akan membagi cahaya kebenaran, yang akan menghunjamkan bahwa Allah adalah Esa, yang akan mengajarkan Islam. Akan ada dari kalian yang terpilih untuk mengemban amanah itu”

Sesaat, Purnama Madinah menyapu pandangannya ke setiap penjuru. Para sahabat, tiba-tiba saja membusungkan dada, dan menegakkan kepala, seperti ingin dilihat Nabi. Setiap dari mereka berharap bisa dipilih sebagai duta. Padahal, ada beberapa dari sahabat yang masih terluka karena peperangan Badar. Melihatnya, Nabi tersenyum, bahagia berkelindan di sepenuh kalbu. Selanjutnya Nabi menyebut nama-nama, sepuluh orang terpilih. Ada satu nama di sana. Nama seorang ksatria. Khubaib bin ‘Ady.

***

Esoknya, dihantarkan do’a yang dialunkan, mereka berperjalanan. Bersemangat mereka pergi. Sesungguhnya mereka tahu, perjalanan itu tidaklah untuk bersenang. Mereka tahu, akan ada hal-hal yang tak terduga. Orang-orang kafir dari kabilah yang mendiami lembah-lembah bisa kapanpun menghadang dan membunuh mereka. Namun, kecintaan kepada Nabi yang Ummi, keimanan yang bersemayam dalam dada, membuat mereka berpantang menyurutkan langkah.

Benar saja.

Dari sejarah, kita tahu ketika mereka sampai di daerah antara ‘Usfan dan Makkah, sebuah perkampungan dari suku Hudzail yang dikenal dengan nama Banu Lihyan, para kafir mencium keberadaan mereka. Hampir seratus penduduknya memburu para duta Rasulullah. Tujuannya tidak lain, membunuh dan membuat para pengikut Rasulullah itu kembali kepada ajaran nenek moyang Arab. Orang-orang dari suku Hudzail itu terus membuntuti mereka, beratus anak panah disiapkan.

Sebuah ujian, Allah berikan kepada para pemberani, didikan Rasulullah. Mereka ditemukan para penyembah berhala tengah berlindung di sebuah bukit. Riuh rendah, gerombolan itu mengepung dan berteriak lantang :

“Kami berjanji tidak akan membunuh kalian, jika kalian turun dan menemui kami”.

“Kami tidak menerima perlindungan orang kafir “ seru Ashim, yang diamanahi Rasulullah sebagai pemimpin para utusan.

Mendengar itu, gerombolan itu menyerbu dan memanah mereka satu persatu. Para pencinta Rasul dan agama itu roboh. Ada yang luput dari panah dan pembunuhan itu. Tahukah kalian siapa dia? Ya.. dia adalah ksatria itu. Khubaib bin ‘Ady

***

Khubaib dibawa ke Makkah. Seperti mengikat unta, ia diiringkan. Dan dengan harga yang mahal, Khubaib dijual sebagai budak, kepada keluarga Al-Harits. Seluruh keluarga itu, bersuka cita, pembunuh kepala keluarga, Al-Harits bin ‘Amr bin Naufal di peperangan Badar, kini berada nyata di tengah mereka. Para wanita bersyair dan berpesta. Bara dendam semakin berkobar. Darah harus dilunasi dengan darah. Ksatria pencinta Rasulullah itu tetap bertenang.

Khubaib kemudian ditawan. Ia dirantai seperti binatang peliharaan di halaman rumah Banu Harits. Mereka membiarkan Khubaib kedinginan di malam-malam gulita. Mereka menyaksikan Khubaib di terik panas matahari. Mereka tidak memberi Khubaib makan dan senang dengan haus yang Khubaib derita.

Suatu hari, seorang anak kecil merangkak menjumpai Khubaib. Khubaib menyambutnya dengan senyum tulus, dibiarkannya anak kecil itu bermain-main di paha lelahnya. Mereka bercengkrama dalam keakraban, hingga wanita dari keluarga Harits berteriak penuh kekhawatiran. Tahukah apa yang diucapkan Khubaib :

“Tenanglah duhai ummi, Rasulullah tidak pernah mengajarkan aku membunuh seseorang yang tidak berdosa. Ia hanya ingin bermain-main.”

Si ibu segera merengkuh si kecil, dan dengan penuh keheranan ia memandang setangkai besar anggur yang berada di samping Khubaib. Makkah tidak sedang musim buah. Seluruh keluarganya tak ada satupun yang rela memberi makanan. Sedang Khubaib di rantai besi. Bagaimana mungkin buah ranum itu berada di sana. Masih dengan takjub, ia berkata :

“Aku tidak pernah melihat tawanan sebaik engkau duhai Khubaib. Anggur yang berada di sampingmu adalah rezeki bertubi yang Allah turunkan kepadamu.” Khubaib tersenyum.

***

Hari sudah sampai di pertengahan. Terik matahari, debu-debu yang berterbang garang di antara jubah indah yang dikenakan para pemuka Quraisy, hingga kilau pasir sahara yang panas tak terkira, menemani Khubaib yang tengah mendirikan shalat dua rakaat panjang. Ia masih ingin shalat sebenarnya, menjumpai zat yang dicinta sepenuh jiwa, Allah. Ia berkata kepada orang-orang Quraisy yang menyemut memperhatikannya “ Demi Allah, jika bukanlah nanti ada sangkaan kalian bahwa aku takut mati, niscaya aku menambah shalatku”. Yah, mereka memutuskan hari itu, Khubaib harus pergi selama-lamanya.

Beberapa dari orang Quraisy kini tengah bersiap dengan pelepah kurma yang mereka jelmakan serupa kayu salib raksasa. Tubuh Khubaib kemudian diikat kukuh disana. Khubaib mengatupkan kelopak mata, mengheningkan semua rasa yang meruah tumpah. Sesaat ia seperti terbang ke jauh angkasa. Salib pelepah terpancang sudah. Khubaib membuka mata, hamparan sahara terlihat mempesona. Di bawah sana berpuluh pasang mata menatapnya lekat. Khubaib memandang tangan mereka, beratus runcing anak panah tergenggam, beratus senjata tajam terkepal.

Di ketinggian, dengan sepenuh kalbu, Khubaib mengalunkan syair indah, mengenang cinta manusia terpilih yang mengirimnya untuk sebuah amanah indah. Merengkuh kembali ingatan atas sabda dari bibir manis Rasul mulia, syahid di jalan Allah akan menghantar setiap jiwa bertamasya di surga. Tiba-tiba saja Khubaib merindukan Al-musthafa. Tiba-tiba saja, ia menginginkan kembali saat-saat ia terpesona dengan wajah rembulah Rasulullah. Betapa ingin ia menjumpai manusia sempurna itu untuk menuntaskan utuh kerinduannya. Angin sahara menghantar suara Khubaib, membuat langit bersuka atas setiap untaian katanya :

Mati bagiku tak menjadi masalah.

Asalkan ada dalam ridha dan rahmat Allah.

Dengan jalan apapun kematian itu terjadi.

Asalkan kerinduan kepada Nya terpenuhi.

Ku berserah kepada Nya.

Sesuai dengan takdir dan kehendak Nya.

Semoga rahmat dan berkah Allah tercurah.

Pada setiap sobekan daging dan nanah

Ucapan Khubaib terhenti. Beratus anak panah menghunjam tubuhnya. Pepasir Jan’im tersaput darah yang tumpah. Tubuh Khubaib perih. Tubuh Khubaib terkoyak. Luka menganga dimana-mana, namun jiwanya merasakan ketenangan yang tak pernah diresapi sebelumnya. Suara lesat anak panah terdengar riuh. Tenaga Khubaib melemah, dengan pandangan yang kian samar, ia menengadah. Ia tak perkasa bertutur lagi. Hingga doa yang ia pinta, hanya terdengar lirih di lengang udara :

Allahu Rabbi, ku telah menunaikan tugas dari Rasul Mu,

Maka mohon disampaikan pula kepadanya,

Tindakan orang-orang ini terhadap kami.

Sesaat kemudian tubuh Khubaib sunyi, sesenyap lembah yang ditinggalkan para kuffar setelah puas melihat nyawanya terhembus dari raga. Angkasa berdengung menyambut ruh ksatria perindu surga. Khubaib kembali, menuju Allah yang Maha Tinggi.

Tak seberapa lama, burung-burung bangkai memutari tubuh Khubaib yang masih mengucurkan darah. Berombongan mereka terbang datang dari kejauhan. Namun, Allah mencintai mu wahai Khubaib. Dengan cinta yang paling berkilau menyala. Dengan rahmat Nya, tak satupun burung pelahap bangkai dan nanah itu menyentuh tubuhmu yang dipenuhi panah. Satu persatu burung bangkai menghambur pergi, mengepak sayap terbang teramat jauh. Tubuhmu semerbak wahai Khubaib, hingga mereka malu dan tak mampu menyentuh meski hanya setipis kulit.

Allah mengabadikan cinta Khubaib. Doa Khubaib sebelum syahid dikabulkan. Kerinduan Khubaib saat akan dibunuh, sampai juga kepada Rasulullah di Madinah. Rasulullah merasakan sesuatu yang tak biasanya, sambil tertunduk ia terkenang seseorang yang tak diketahuinya. Ia memohon petunjuk Allah, dan tergambarlah sesosok tubuh yang melayang-layang di udara. Segera saja Nabi mengutus Miqdad bin ‘Amn dan Zubair bin Awwam untuk mencari tahu. Sebelum keduanya pergi, suara Al-Amin terdengar syahdu dan penuh rindu “Paculah kuda kalian seperti kilat, aku sungguh mengkhawatirkannya”.

Allah mengarahkan dan memudahkan perjalanan kedua sahabat. Mereka takjub melihat tubuh Khubaib yang masih utuh. Dalam hening, mereka menurunkan tubuh yang semerbaknya tidak hilang. Bumi menyambut Khubaib, akhirnya setelah sekian lama menunggu, bumi mendapat kehormatan untuk merengkuh dan memeluk Khubaib sepenuh cinta.

Kisah Khubaib berakhir di sana, namun di hati para perindu surga, Khubaib tetaplah hidup, menggelorakan cinta yang tiada pernah berakhir. Cinta yang abadi.

***

Sahabat, kadang saya senang berandai-andai. Andai Purnama Madinah itu bisa saya temui sekarang, andai Al-Musthafa itu mampu saya hubungi melalui telepon, andai manusia berparas rembulan itu bisa saya kirimi pesan singkat sms. Satu hal yang ingin saya sampaikan kepadanya, “Meski tidak sekemilau cintanya Khubaib, meski tidak sebenderang cinta Khubaib, tidak seberdenyar cinta Khubaib, tidak seabadi cinta Khubaib, perkenankanlah saya mencintaimu wahai kekasih yang ummi, dengan sebentuk cinta yang sederhana, dengan cinta yang tertatih ringkih, dengan cinta yang lahir dari hati yang kadang ujudnya buruk rupa”.

mahabbah12@yahoo.com

***

Disarikan dari :

1. Sejarah Hidup Muhammad, Haekal.
2. Sirah Nabawiyah, Dr.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy.
3. Para Sahabat yang akrab dengan kehidupan Rasul, Khalid Muhammad Khalid

http://mujitrisno.multiply.com/journal/item/319/Cintamu_Abadi_Wahai_Khubaib.

Segala Sesuatu yg dilakukan Rasulullah SAW; Luar Biasa

Segala Sesuatu yg dilakukan Rasulullah SAW; Luar Biasa Jan 27, '10 5:29 PM
by Dewi for group islamunderattack

Jelaskan kepadaku sesuatu yang luar biasa mengenai salat Rasulullah,” tanya seseorang kepada Aisyah.

”Tidak ada sesuatu yang biasa mengenai beliau. Segala sesuatu yang dilakukannya luar biasa,” jawabnya.

Pada suatu malam Rasulullah SAW berbaring-baring bersama istrinya, Aisyah. Beberapa saat kemudian beliau berkata, ”Biarkanlah aku beribadah kepada Allah.” Kemudian beliau bangun, mengambil air wudu, lalu mendirikan salat.

Sejak berdiri salat, beliau menangis terus hingga air matanya membasahi seluruh dadanya. Dalam rukuk, beliau pun menangis, demikian pula ketika sujud, dan setelah bangun dari sujud.
Demikian seterusnya hingga Bilal mengumandangkan azan Subuh.

Aisyah kemudian memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah, ”Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis, padahal Allah SWT telah menghapuskan semua dosamu yang terdahulu dan yang kemudian, dan menjanjikan ampunan untukmu?”

”Apakah tidak sepantasnya aku menjadi hamba Allah yang bersyukur?” jawab Rasulullah SAW, sembari mengutip ayat Al-Quran, “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi mereka yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan berbaring; dan mereka memikirkan kejadian langit dan bumi lalu berkata, ‘Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menjadikan ini dengan sia-sia, maka lindungilah kami dari siksa api neraka’.” (QS Ali Imran:190-191).

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Mughirah Ibnu Syu’bah, diceritakan, Nabi Muhammad SAW mendirikan salat malam sepanjang malam. Demikian lama beliau berdiri dalam salat, sehingga kaki beliau bengkak.

Sebagian sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, mengapa engkau begitu bersusah payah mendirikan salat, padahal Allah SWT telah mengampunimu atas segala dosamu?”

Rasulullah menjawab, ”Tidakkah sepatutnya aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR Bukhari dan Abu Salamah). Rasulullah SAW lama berdiri dalam salat, karena beliau membaca paling tidak empat surah Al-Quran. Ini diceritakan oleh Awf ibn Malik, ”Suatu hari aku berdua bersama Nabi.

Setelah bersiwak dan wudu, beliau berdiri mengerjakan salat, dan aku pun salat bersama beliau. Pada rakaat pertama beliau membaca surah Al-Baqarah. Apabila membaca ayat-ayat mengenai nikmat dan karunia Allah, beliau memohon rahmat kepada Allah SWT. Dan bila membaca ayat tentang azab Allah, beliau memohon ampunan serta perlindungan. Rukuk dan sujud beliau sama lamanya dengan berdirinya. Dalam rukuk, beliau membaca Subhaana dzil jabaruuti wal malakuuti wal ’azhamah (Mahasuci Allah, yang memiliki keperkasaan, kebesaran, dan kemuliaan). Setelah itu, beliau berdiri untuk rakaat kedua, lalu membaca surah Ali Imran. Demikian seterusnya, beliau membaca satu surah pada setiap rakaat.

Jadi, dalam empat rakaat, beliau membaca empat surah yang berarti sama dengan seperlima Al-Quran.” Bisa dibayangkan, betapa lamanya salat Rasulullah SAW, terlebih jika ditambah dengan doa-doa yang panjang. Baik ketika membaca ayat mengenai rahmat maupun azab, ditambah lagi dengan rukuk dan sujud yang panjang pula. Rasa takut dan patuh kepada Allah SWT memang memenuhi sanubarinya, sehingga membuat Rasulullah SAW tekun beribadah kepada-Nya.

Itu merupakan dasar makrifat ketuhanan beliau. ”Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui, tentulah kalian jarang tertawa dan akan banyak menangis,” sabda Rasulullah SAW, sebagaimana diceritakan oleh Abu Hurairah. Dalam hadis lain Abu Darr menambahkan, Rasulullah SAW bersabda, ”Aku melihat apa yang tidak kalian lihat, dan aku mendengar apa yang kalian tidak dengar. Langit menangis keras, dan sudah sepantasnya ia menangis. Tidak ada tempat di langit selebar empat jari kecuali ada malaikat yang menghuninya, yang dahinya senantiasa bersujud kepada Allah. Demi Allah, jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian sedikit tertawa dan banyak menangis, kalian tidak berselera terhadap wanita, tapi akan menuju puncak gunung untuk mendekatkan diri kepada Allah.”



dr tulisan R.Syarif

Mangkuk Cantik, Madu Manis, dan Sehelai Rambut

Mangkuk Cantik, Madu Manis, dan Sehelai Rambut Jan 27, '10 5:23 PM
by Dewi for group islamunderattack

Rasulullah SAW, dengan sahabat-sahabatnya Abakar r.a., Umar r.a., Utsman r.a., dan 'Ali r.a., bertamu ke rumah Ali r.a. Di rumah Ali r.a. istrinya Sayidatina Fathimah r.ha, putri Rasulullah SAW, menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut terikut di dalam mangkuk itu. Baginda Rasulullah SAW kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut).

Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut".

Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

'Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".



sumber:catatan2 pengajian

Kalam Al Habib Umar bin Seggaf As Seggaf

Kalam Al Habib Umar bin Seggaf As Seggaf

Kita teramat dimanja oleh Allah SWT. Sadarkah kita? Curahan kasihnya kepada kita tak tepermanai. Ia menggadang-gadang kehadiran kita di firdaus-Nya. Ya, ia merindukan kita.

Kala kita melesat jauh dari dekapannya, Ia sigap. Ayat-ayatnya segera berseru memanggil kita, sabda-sabda RasulNya akan lantang mengajak kita kembali.

Dan, kala kita terasuki dosa, ia memberikan penawar. Penawar yang sangat mujarab membersihkan ruhani kita dari gumpalan-gumpalan dosa. Penawar itu teracik dan terkemas cantik dalam kalimat-kalimat sakti “istighfar”.

Habib Umar bin Segaf as-Segaf, dalam karyanya, Tafrihul Qulub wa Tafrijul Kurub, mendedah keagungan istighfar dengan mengalirkan seuntai kalimat ringkas sebagai mukaddimah, “Istighfar adalah instrumen pemantik rizki”. Sudah barang tentu, kalimat ini multi tafsir. Dalam pandangan salaf sekaliber Habib Umar, kata “rizki” memuat berjuta makna, ada rizki ruhani, ada rizki ragawi. Wallahu a’lam.

Beliau kemudian melanjutkan kalamnya, “Kitabullah dan hadis-hadis Rasul SAW menyebutkan fadhilah-fadhilah istighfar berulang kali. Diantara fadhilahnya adalah melebur dosa-dosa, menetaskan jalan keluar dari pelbagai persoalan, dan menyingkirkan kegalauan serta kesumpekan dari dalam hati.”

“Memang, kesumpekan dan deraan persoalan, lazimnya berpangkal dari perbuatan dosa. Oleh karena itu, seyogianya diobati dengan istighfar dan taubat yang tulus ikhlas. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa melazimi istighfar, maka untuknya, Allah memberikan kebahagiaan dari kemasyghulan, jalan keluar dari kesulitan-kesulitan, dan Ia akan melimpahkan rizki kepadanya dengan cara-cara yang tak pernah diperhitungkannya.”

Seolah hendak menegaskan, Habib Umar menyebutkan lagi fadhilah istighfar, “Khasiat istighfar adalah menghapus dosa-dosa, memendam aib-aib, memperderas rizki, mengalirkan keselamatan pada diri dan harta, mempermudah capaian cita-cita, menyuburkan berkah pada harta, dan mendekatkan diri pada-Nya.”

“Logikanya, untuk menyucikan baju yang terciprat lumpur, kita bilas dengan sabun, bukan malah didekatkan pada asap-asap tungku. Pun demikian hati kita. Agar kian bersih dan molek, kita poles dengan istighfar, serta kita hindarkan dari lumuran-lumuran maksiat.”

“Dulu kala, seseorang mengadu kepada Imam Hasan Bashri mengenai kekeringan yang melanda negerinya. Sang Imam, dengan kearifannya, memberikan resep sederhana, “beristighfarlah!”. Lalu datang seorang lainnya. Kali ini ia mengeluhkan kefakiran yang terus menggelayutinya. Sang imam memperlakukannya sama dengan yang pertama. Ia memberikan resep istighfar kepadanya. Lalu datanglah orang ketiga. Yang terakhir ini menyambat nestapa bahtera rumah tangganya karena tak kunjung dianugerahi buah hati. Sikap sang imam masih seperti sebelumnya. Ia memberikan resep istighfar. Kepada ketiga-tiganya, Imam Hasan memberikan obat yang sama, yakni istighfar, untuk problematika yang beragam. Ia juga menjelaskan dalil-dalil al-qur’an dan hadisnya kepada mereka.”

“Suatu waktu, kemarau panjang menerpa negeri muslimin. Amirul mukminin, Umar bin al-Khattab tak mau tinggal diam. Ia segera berinisiatif memohonkan hujan. Akan tetapi, bukannya salat istisqa’ yang dicanangkan Umar seperti pada galibnya. Kali ini, ia, seorang diri, hanya melafalkan kalimat-kalimat istighfar.”

“Istighfar Umar bukan sembarang istighfar. Tapi istighfar yang penuh ijabah. Tak lama kemudian, hujan deras menggerojok tanah muslimin. Seseorang yang keheranan langsung melempar tanya, “bagaimana bisa Anda memohon hujan hanya dengan menggumamkan istighfar?”. Dengan enteng, Umar menukasi, “Aku memohon hujan dengan kunci-kunci langit.”

Kalam-kalam Habib Umar benar adanya. Kita perlu memaknainya dengan bijak. Barangkali, berondongan musibah yang mendera tanah tumpah darah kita ini adalah getah dari perbuatan kita sendiri. Tinggal bagaimana kita menyikapi?

Sejatinya, kita membutuhkan figur Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Tapi, mengharap sosok Umar, di era seporak-poranda kini, ibarat kerdil merindukan bulan, Sia-sia saja. Jadi, alangkah layaknya bila kita mulai membudayakan taubat dan istighfar di tengah-tengah rutinitas kita. Mari kita basahi bibir-bibir kita dengan istighfar, dengan pengharapan, barangkali Allah SWT berkenan menyetarakan istighfar kolektif kita ini dengan sebiji istighfar Umar bin al-khattab. Astaghfirullah rabbal baraya, astaghfirullah minal khathaya.



dr.fb R.syarif.

Ketika Rasulullah Tersenyum

Ketika Rasulullah Tersenyum Jan 27, '10 8:52 AM
by Dewi for group islamunderattack

Saat menikahkan putri bungsunya, Sayyidah Fatimah Az Zahrah, dengan sahabat Ali bin Abi Thalib, Baginda Nabi Muhammad SAW tersenyum lebar. Itu merupakan peristiwa yang penuh kebahagiaan.

Hal serupa juga diperlihatkan Rasulullah SAW pada peristiwa Fathu Makkah, pembebasan Makkah, karena hari itu merupakan hari kemenangan besar bagi kaum muslimin.
“Hari itu adalah hari yang penuh dengan senyum panjang yang terukir dari bibir Rasulullah SAW serta bibir seluruh kaum muslimin” tulis Ibnu Hisyam dalam kita As Sirah Nabawiyyah.

Rasulullah SAW adalah pribadi yang lembut dan penuh senyum. Namun, beliau tidak memberi senyum kepada sembarang orang. Demikian istimewanya senyum Rasul sampai-sampai Abu Bakar dan Umar, dua sahabat utama beliau, sering terperangah dan memperhatikan arti senyum tersebut.

Misalnya mereka heran melihat Rasul tertawa saat berada di Muzdalifah di suatu akhir malam. “Sesungguhnya Tuan tidak biasa tertawa pada saat seperti ini,” kata Umar. “Apa yang menyebabkan Tuan tertawa?” Pada saat seperti itu, akhir malam, Nabi biasanya berdoa dengan khusyu’.

Menyadari senyuman beliau tidak sembarangan, bahkan mengandung makna tertentu, Umar berharap, “Semoga Allah menjadikan Tuan tertawa sepanjang umur”.

Atas pertanyaan diatas, Rasul menjawab, “Ketika iblis mengetahui bahwa Allah mengabulkan doaku dan mengampuni umatku, dia memungut pasir dan melemparkannya kekepalanya, sambil berseru, ‘celaka aku, binasa aku!’ Melihat hal itu aku tertawa.” (HR Ibnu Majah)

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menulis, apabila Rasul dipanggil, beliau selalu menjawab, “Labbaik”. Ini menunjukkan betapa beliau sangat rendah hati. Begitu pula, Rasul belum pernah menolak seseorang dengan ucapan “tidak” bila diminta sesuatu. Bahkan ketika tak punya apa-apa, beliau tidak pernah menolak permintaan seseorang. “Aku tidak mempunyai apa-apa,” kata Rasul, “Tapi, belilah atas namaku. Dan bila yang bersangkutan datang menagih, aku akan membayarnya.”

Banyak hal yang bisa membuat Rasul tertawa tanpa diketahui sebab musababnya. Hal itu biasanya berhubungan dengan turunnya wahyu Allah. Misalnya, ketika beliau sedang duduk-duduk dan melihat seseorang sedang makan. Pada suapan terakhir orang itu mengucapkan. “Bismillahi fi awalihi wa akhirihi.” Saat itu beliau tertawa. Tentu saja orang itu terheran-heran.

Keheranan itu dijawab beliau dengan bersabda, “Tadi aku lihat setan ikut makan bersama dia. Tapi begitu dia membaca basmalah, setan itu memuntahkan makanan yang sudah ditelannya.” Rupanya orang itu tidak mengucapkan basmalah ketika mulai makan.

Suatu hari Umar tertegun melihat senyuman Nabi. Belum sempat dia bertanya, Nabi sudah mendahului bertanya, “Ya Umar, tahukah engkau mengapa aku tersenyum?”
“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” jawab Umar.
“Sesungguhnya Allah memandang kepadamu dengan kasih sayang dan penuh rahmat pada malam hari Arafat, dan menjadikan kamu sebagai kunci Islam,” sabda beliau.

Kesaksian Anggota Tubuh

Rasul SAW bahkan sering membalas sindiran orang dengan senyuman. Misalnya ketika seorang Badui yang ikut mendengarkan taushiyah beliau tiba-tiba nyeletuk, “Ya Rasul, orang itu pasti orang Quraisy atau Anshar, karena mereka gemar bercocok tanam, sedang kami tidak.”

Saat itu Rasul tengah menceritakan dialog antara seorang penghuni surga dan Allah SWT yang mohon agar diizinkan bercocok tanam di surga. Allah SWT mengingatkan bahwa semua yang diinginkannya sudah tersedia di surga.

Karena sejak di dunia punya hobi bercocok tanam, iapun lalu mengambil beberapa biji-bijian, kemudian ia tanam. Tak lama kemudian biji itu tumbuh menjadi pohon hingga setinggi gunung, berbuah, lalu dipanenkan. Lalu Allah SWT berfirman. “Itu tidak akan membuatmu kenyang, ambillah yang lain.”

Ketika itulah si Badui menyeletuk, “Pasti itu orang Quraisy atau Anshar. Mereka gemar bercocok tanam, kami tidak.”

Mendengar itu Rasul tersenyum, sama sekali tidak marah. Padahal, beliau orang Quraisy juga.

Suatu saat justru Rasulullah yang bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian mengapa aku tertawa?.”
“Allah dan Rasul-Nya lebih tahu,” jawab para sahabat.
Maka Rasul pun menceritakan dialog antara seorang hamba dan Allah SWT. Orang itu berkata, “Aku tidak mengizinkan saksi terhadap diriku kecuali aku sendiri.”
Lalu Allah SWT menjawab, “Baiklah, cukup kamu sendiri yang menjadi saksi terhadap dirimu, dan malaikat mencatat sebagai saksi.”

Kemudia mulut orang itu dibungkam supaya diam, sementara kepada anggota tubuhnya diperintahkan untuk bicara. Anggota tubuh itupun menyampaikan kesaksian masing-masing. Lalu orang itu dipersilahkan mempertimbangkan kesaksian anggota-anggota tubuhnya.

Tapi orang itu malah membentak, “Pergi kamu, celakalah kamu!” Dulu aku selalu berusaha, berjuang, dan menjaga kamu baik-baik,” katanya.

Rasulpun tertawa melihat orang yang telah berbuat dosa itu mengira anggota tubuhnya akan membela dan menyelamatkannya. Dia mengira, anggota tubuh itu dapat menyelamatkannya dari api neraka. Tapi ternyata anggota tubuh itu menjadi saksi yang merugikan, karena memberikan kesaksian yang sebenarnya (HR Anas bin Malik).

Hal itu mengingatkan kita pada ayat 65 surah Yasin, yang maknanya, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka, dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Tags: rasulullah saw.

Islam Jadi Mata Pelajaran Umum di Jerman


Islam Jadi Mata Pelajaran Umum di Jerman Jan 27, '10 8:47 AM
by harianiua for group islamunderattack

BERLIN--Ketika Lamya Kaddor mulai mengajar di Sekolah Gluecklauf di kota pertambangan di Jerman ini, ia memutar otak bagaimana menyajikan materi yang menarik bagi anak didiknya. Ia membayangkan, kelasnya bakal "tegang" karena materi yang disampaikan lumayan "berat", atau bahkan muridnya bosan dan pergi. Namun yang terjadi di luar dugaan.

Pelajaran agama Islam yang menjadi mata pelajaran pilihan, diikuti banyak siswa. Tak hanya anak-anak Muslim, tapi juga non-Muslim. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan mereka dan bagaimana pandangan Islam soal itu.

Apakah saya boleh punya pacar? Apakah kalau saya menganut Islam, saya boleh mengecat kuku saya? Apakah saya akan dibakar di api neraka jika saya memutuskan menjadi gay? Demikian berondongan pertanyaan yang harus dijawab Kaddor. Ia pun makin bersemangat mengelola kelasnya.

Ya, konstitusi Jerman menetapkan bahwa agama menjadi bagian dari kurikulum sekolah. Inisiatif lahir dari kekejaman era Nazi, dan kali ini, ingin memberi landasan etika dan identitas bagi generasi muda. Maka, keran pendidikan agama dibuka di tiap sekolah negeri. Katolik dan Kristen telah lebih dulu mengajarkan agama di sekolah, dengan didanai publik. Yahudi baru tahun 2003 mengajarkan agamanya di sekolah. Dan, sejak akhir tahun lalu, guru Muslim didatangkan untuk mengajar pendidikan agama Islam.

Sejumlah pengamat, seperti dilaporkan Christian science Monitor, menyatakan kelas Islam ini positif untuk membantu integrasi kaum Muslim yang berjumlah 6 persen dari populasi itu. kelas ini juga menunjukkan sikap terbaru pemerintah Jerman terhadap minoritas Muslim.

"Kelas Muslim di sekolah umum adalah tes untuk integrasi Jerman," kata Michael Kiefer, penulis sejarah Islam di Jerman. Kaum Muslim, katanya, bisa melihat bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang agama-agama lain juga mendapatkan. "Ini berdampak sangat positif pada mereka. "

Selama beberapa dekade, Jerman tidak banyak berbuat bagi minoritas Muslim. Mereka mengklasifikasikan Muslim sebagai pendatang, bukan bagian dari mereka. Tetapi, seperti kata CSM, Jerman sekarang lebih bersedia untuk melihat imigran sebagai bagian dari identitas negara.

Sebetulnya, ada beberapa contoh menarik tentang apreasiasi pemerintah terhadap Muslim di Jerman. Di North Rhine Westphalia, misalnya, kelas Islam bukan hal baru. Di kota dimana sepertiga dari umat Islam Jerman hidup, ada 150 sekolah umum menawarkan studi Islam untuk 13 ribu anak-anak mulai kelas 1 sampai 10. Sekitar 200 sekolah mengajarkan kursus nasional, yang didirikan oleh pemerintah negara bagian bekerja sama dengan kelompok-kelompok Muslim lokal.

Genderang ditabuh Menteri Dalam Negeri Wolfgang Schäuble tahun lalu, saat mendesak agar Jerman mendanai pendidikan agama bagi 900 ribu siswa Muslim di sekolah-sekolah umum. "Ini dapat menjadi teladan bagi masyarakat kita untuk mengakui dan mengatasi semua perbedaan yang menghadang kita," katanya di depan parlemen.

Menurut sebuah penelitian yang dirilis Kementerian Dalam Negeri musim semi lalu, 80 persen Muslim di Jerman hanya menginginkan itu. Yang dipertaruhkan adalah keadilan serta pragmatisme: lebih baik untuk negara - pendidikan agama secara formal dalam bahasa Jerman, daripada kelas-kelas agama tanpa pengawasan. "Kita harus melarikan diri dari pemikiran bahwa Islam adalah agama untuk orang asing," katanya.

Tanpa perlu menunggu lama, palu diketuk dan pendidikan Islam disetujui untuk diberikan di sekolah-sekolah umum di seluruh Jerman.

Sekolah-sekolah banyak mendapatkan hal positif dengan pendidikan ini. Hans-Jakob Herpers, kepala Sekolah Gluecklauf, menyatakan, guru agama Islam tak sekadar mengajarkan agama Islam saja. "Dia telah menjadi semacam penasihat kehidupan bagi para siswa, terutama untuk anak perempuan, yang mungkin tidak berani mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu pada orang tua atau di sekolah-sekolah agama," ujarnya.

Herpers mengaku, semua agama mengajarkan kebaikan. Satu lagi yang terpenting, pada siswa Muslim mereka telah mendapatkan identitasnya: bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Jerman, yang hak-haknya dihargai seperti yang lain.

Sumber Berita:
christian science monitor

Keajaiban Tasbih dan Dzikir

Keajaiban Tasbih dan Dzikir Jan 27, '10 8:17 AM
by Dewi for group islamunderattack

Rasulallah saw bersabda, "siapa bertasbih kepada Allah sebanyak 33kali setiap selesai shalat; bertahmid pada Allah sebanyak 33kali; dan bertakbir kepada Allah 33kali; maka totalnya 99kali. Kemudian digenapkan menjadi 100 dengan bacaan Laa ilaha illa Allah wahdahu laa syariika lah lahu al-mulk wa lahu al-hamd wa hua 'ala kulli syay'in qadir, maka Allah akan mengampuni semua kesalahan-kesalahannya, meskipun sebanyak buih di lautan" (Abu Hurairah, shahih muslim, kitab al-masajid no.146)

Alkisah Ibn 'Abbas r.a. menuturkan,
"Ketika Allah SWT menciptakan Arasy, Allah memerintahkan para malaikat pemikul Arasy agar memikil Arasy tersebut. Lalu mereka merasa berat memikulnya, Maka Allah berfirman, "Bacalah, subhan Allah," para malaikat pun membaca subhan Allah, hingga mereka merasa ringan memikul Arasy.

Malaikat-malaikat terus membaca subhan Allah sepanjang masa sampai Allah menciptakan Nabi Adam as. Ketika Nabi Adam as bersin, Allah mengilhami kepadanya agar membaca Al-hamd li Allah. Maka Allah berfirman, "Yarhamuk rabbuk (semoga Allah memberkatimu). Karena itulah Aku menciptakanmu, wahai Adam".

Para malaikat berkata, ini adalah kalimat kedua yang Agung, dan kami tidak boleh melupakan kalimat ini. Mereka menyambungkan kalimat tersebut dengan kalimat pertama sehingga sepanjang masa malaikat membaca, "Subhan Allah wal hamd li Allah". Malaikat-malaikat terus membaca kalimat tersebut sampai Allah mengutus Nabi Nuh as.

Dalam sejarah disebutkan bahwa kaum Nabi Nuh as adalah orang pertama yang menjadikan berhala sebagai sesembahan. Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi Nuh as agar ia menyuruh kaumnya untuk mengatakan "Laa Ila ha Illa Allah", hingga Allah meridhoi mereka.

Malaikat berkata, Ini adalah kalimat ketiga yang agung yang kami gabungkan dengan dua kalimat sebelumnya. Mereka pun mulai membaca, "Subhan Allah wa Al-Hamd li Allah Walaa ilaha illa Allah. Kalimat ini terus diucapkan para malaikat sampai Allah mengutus Nabi Ibrahim as.

Allah memerintahkan Nabi Ibrahim as agar mengurbankan anak kesayangannya, Ismail. Kemudian Allah menggantikannya dengan seekor domba. Ketika Nabi Ibrahim as melihat domba itu ia berkata, "Allahu Akbar", sebagai luapan kegembiraannya.

Malaikat berkata, ini adalah kalimat keempat yang agung. Kami akan menggabungkannya dengan ketiga kalimat sebelimnya, Akhirnya para malaikat itu mulai membaca "Subhan Allah wa Al-Hamd li Allah walaa ilaha illa Allah wa Allahu Akbar".

Waktu malaikat Jibril menceritakan hal ini kepada Rasulallah saw, maka karena kekagumannya, berilau berkata La hawla wala Quwwata illa bi Allah Al-Ali al-Azhim. Maka, Jibril berkata, Ini adalah kalimat penutup dari empat kalimat agung sebelumnya.

Diriwayatkan bahwa Nabi Musa as berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimana saya dapat membedakan antara orang yang Engkau cintai dan orang yang Engkau benci?" Allah menjawab, "Hai Musa, sesungguhnya jika Aku mencintai seorang hamba, maka Aku akan menjadikan dua tanda kepadanya" Musa bertanya, "Wahai Tuhanku, apa kedua tanda itu?" Allah menjawab, "Aku akan mengilhami kepadanya agar ia bedzikir kepada-Ku, agar Aku dapat menyebutnya di kerajaan-Ku, agar ia tidak terjerumus ke dalam azab dan siksa-Ku"." Hai Musa, jika Aku membenci seorang hamba, maka aku akan menjadikan dua tanda kepadanya." Musa bertanya, "Wahai Tuhanku, apa kedua tanda itu?" Allah menjawab, "Aku akan melupakannya berdzikir kepada-Ku dan Aku akan melepaskan ikatan antara dirinya dan jiwanya, agar dia terjerumus ke dalam lautan murka-Ku sehingga ia merasa siksa-Ku".

Mu'adz ibn Jabal r.a. berpesan, "Tidak ada satu amalan pun yang dapat menyelamatkan manusia dari siksa Allah, selain zikir kepada Allah." Ditanyakan kepadanya, "Tidak juga jihad di Jalan Allah?" Mu'adz menjawab, "tidak juga jihad di jalan Allah. Bukankah Allah telah berfirman, "...dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar keutamaannya dari ibadah–ibadah lainnya (al_ankabut 45)

Sebagian ahli hikmah berkata, "sesungguhnya Allah memiliki surga di dunia. Siapa yang memasukinya maka kehidupannya menjadi tentram. Ditanyakan, Apa surga itu?. Dijawab "Majelis dzikir".
Sebagian Ulama menyatakan, Jika penutup pahala amal-amal disingkapkan di hari kiamat, maka tida ada amalan yang lebih utama daripada dzikir. Maka berbahagialah kaum yang senang berdzikir.

Malik ibn Dinar mengatakan, "siapa yang tidak merasakan kenikmatan bercakap-cakap dengan Allah dan menyenangi berbicara dengan makhluk, maka berarti orang itu sedikit amalnya, buta hatinya dan sia-sia umurnya. Ketahuilah ada lima kebaikan dalam dikir kepada Allah, pertama dzikir dapat mendatangkan ridho Allah; kedua dzikir dapat menjaga dari setan; ketiga dzikir dapat melenturkan hati; keempat dzikir dapat menambah gairah ketaatan; kelima dzikir dapat mencegah dari perbuatan-perbuatan maksiat"

Abu laits, seorang ahli fikih menuturkan "Ketahuilah dzikir adalah ibadah yang paling utama. Karena Allah menetapkan batas-batas dan waktu-waktu tertentu untuk semua ibadah. Namun Allah tidak membatasi dan menentukan dzikir hanya dalam waktu-waktu tertentu. Bahkan Allah memerintahkan untuk memperbanyak dzikir tanpa batas. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah, "Hai orang-orang yang berimanm berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-sebanyaknya (Al-Ahzab 41).

Maksudnya, berdzikir kepada Allah dalam semua keadaan. Dalam keadaan taas maka berdzikirlah dengan menerima ketaatan;; dalam keadaan maksiat berdzikirlah agar mendapatkan petunjuk;dalam keadaan penuh nikmat maka berdzikirlah dengan memperbanyak syukur;dan dalam keadaan tertimpa bencana maka berdzikirlah dengan mempertebal kesabaran.

Sumber : (kitab) munyah al-waaizhin wa ghunyah al-muttaizhzhin
 

Shalawat Rosul Buat Apa

Shalawat Rosul Buat Apa?
by ferry for group islamunderattack
Jan 24, '10 10:26 AM


Pernahkah Anda mendengar alunan Shalawat Badriyah yang disenandungkan seusai jamaah shalat Maghrib atau Shalat Subuh menyelesaikan dzikirnya..? Bisa juga shalawat ini disenandungkan seusai kendurian atau selamatan...


Syairnya demikian..


Shalawat Badriyah


Shalatullah.. salammullah..

Alaa thaha rosulullah..

Shalatullah salamullah

Ala yasin habibillah..

Tawasalna bi bismillah

Wabil hadi rosulullah

Wakuli mujahidin lillah..

Bi ahlil badri ya Allah...



Atau


Shalawat Thalaal Badra

Allahumma shali wa salim wa barik alayyh..

Shalallaah alaa Muhammad

Shalallaah Alayh wa sallam 2 x

(Sambil berdiri)

Thala'al badru alayna

Min tsniyayatil wadaa..

Wajaba syukru alaynaa

Maa da'aa lillaahi daa..

Asyraqaalbadru alaynaa

Fakhtat minhul buduuru.

Mitstahusnikmaa ra aynaa..

Qadyaa wajhas suruuri

Anta syamsu anta badrun

Anta nuurun fawqa nuuri

Anta ikhsiruw waghaalii..

Anta mishbahus suduurii..

Ya habiibii yaa Muhammad

Yaa aruus al khafiqaini

Yaa mu aayyad yaa mumaajjad

Aaimaamal qiblataini..

Allahu khaliquna

Allahu raaziquuna

Shalallah alayh wassallam 2x

(Sambil berdiri)


Mungkin kita akan bertanya buat apa puja dan puji terhadap Rosulullah SAW?


Alangkah baiknya kita coba memahami hal-hal yang sering kita lakukan tapi kita tidak tahu faidah dan apa dibaliknya..


Menurut Tri Wibowo BS, dalam shalawat itu terkandung doa, pujian dan cinta. Karenanya, shalawat adalah salah satu jalan menuju cinta kepada rasul, yang pada tingkat tertinggi menyebabkan seseorang lebur dalam totalitas eksistensi, atau hakikat Muhammad, atau Nur Muhammad.

Shalawat adalah “berkah” yang biasanya disandingkan dengan kedamaian (salam). Shalawat karenanya berfungsi sebagai berkah dari Tuhan untuk “menghidupkan” hati dan membersihkan hati agar terserap dalam Nur Muhammad dan sekaligus sebagai kedamaian yang menenteramkan. Dengan demikian, shalawat menjadi pembuka pintu keterkabulan doa seseorang—seperti dikatakan dalam hadis, “Doa tidak akan naik ke langit tanpa melewati sebuah ‘pintu’ atau tirai. Jika doa disertai shalawat kepadaku maka doa akan bisa melewati tirai (yakni membuka pintu) itu dan masuklah doa itu ke langit, dan jika tidak (disertai shalawat) doa itu akan dikembalikan kepada pemohonnya.”

Shalawat yang diamalkan oleh Sufi dan terutama dalam tarekat-tarekat amat banyak macamnya—bisa mencapai ratusan. Imam Jazuli mengumpulkan sebagian di antaranya dalam kitabnya yang terkenal, "Dala’il Khairat". Sebagian lafaz shalawat ini tidak dijumpai dalam hadis standar (sahih), dan karenanya sebagian fuqaha menyebut shalawat dari para Sufi adalah bidah. Ini tidak mengherankan karena para fuqaha, yang gagal, atau bahkan tidak mau melampaui sudut pandangnya sendiri, tidak mengakui kasyaf yang menjadi dasar dari bermacam-macam shalawat. Sebagian shalawat Sufi diperoleh dari ilham rabbani, atau kasyaf rabbani, atau dari mimpi yang benar (ru’ya as-shadiqah), di mana dalam kondisi itu para Sufi bertemu atau bermimpi bertemu dengan Nabi dan diajarkan lafaz shalawat tertentu dan disuruh untuk menyebarkannya. Karena itu susunan kata dalam shalawat Sufi bervariasi, dan sebagian besar mengandung kalimat yang indah, puitis, yang mengandung misteri dari hakikat Muhammad, Nur Muhammad, atau misteri fungsi kerasulan dan kenabian Muhammad pada umumnya.

Dalam praktek tasawuf misalnya, ada shalawat yang menjadi wasilah untuk mendapatkan ilmu ladunni dan ada juga shalawat untuk menggapai mukasyafah (menyingkap tirai kegaiban spiritual).

Salah satu contoh lain shalawat khusus adalah shalawat terkenal, shalawat Al-Fatih, yang menjadi amalan penting bagi beberapa tarekat seperti Syadiziliyyah dan Tijaniyyah. Menurut sebagian keterangan, Lafaz shalawat ini diilhamkan kepada Syekh Muhammad Al-Bakri r.a., dalam bentuk tulisan di atas lembaran cahaya, ketika Syekh Al-Bakri melakukan khalwat di Kakbah untuk mencari petunjuk cara terbaik bershalawat kepada Nabi. Terjemahannya kira-kira sebagai berikut:

"Ya Allah, curahkan rahmat dan keselamatan serta berkah atas junjungan kami Nabi Muhammad saw yang dapat membuka sesuatu yang terkunci, penutup dari semua yang terdahulu, penolong kebenaran dengan jalan yang benar, dan petunjuk kepada jalan-Mu yang lurus. Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada beliau, keluarganya dan semua sahabatnya dengan sebenar-benar kekuasaan-Nya Yang Mahaagung."

Dalam shalawat ini terangkum banyak hal yang melambangkan misteri kerasulan Muhammad Saw. Sebagian shalawat lain bahkan lebih jelas lagi dalam susunan katanya yang mengakui fungsi hakikat risalah kenabian, seperti: nabi sebagai cahaya Dzat-Nya (shalawat nur al-dzati); yang melapangkan rezeki dan membaguskan akhlak (shalawat litausil arzaq); pengumpul atau kumpulan kesempurnaan (shalawat jauhar asy syaraf); yang memecah-belah barisan orang kafir (shalawat al-muffariq); pemenuh hajat, pengangkat derajat, pengantar ke tujuan mulia (shalawat munjiyat); penghilang keruwetan, pencurah hujan rahmat (shalawat nariyah); penyembuh penyakit hati dan jasmani, cahaya badan (shalawat syifa dan tibbul qulub); dan sebagainya. Bahkan ada shalawat khusus yang hanya untuk penerimanya saja, dan karenanya tak diajarkan kepada orang lain. Shalawat semacam ini biasanya berkaitan dengan kedudukan atau maqam sang Sufi atau Wali itu sendiri. Shalawat rahasia ini mengandung doa dan pujian yang “mengerikan” dari perspektif apapun. Bahkan menurut keterangan shalawat dari seorang Wali Allah, yang dalam artinya mengandung pernyataan “penyatuan atau pencampuran” ruh seseorang dengan ruh Muhammad.

Semua shalawat mengalirkan barakah kepada pembacanya sebab dengan shalawat seseorang “terhubung” dengan “Perbendaharaan Tersembunyi” yang kandungannya tiada batasnya, atau dengan kata lain, dengan shalawat seseorang berarti akan memperoleh berkah “kunci” dari Perbendaharaan Tersembunyi yang gaib sekaligus nyata (yakni dalam wujud Muhammad saw). Karenanya, dalam tradisi Sufi diyakini bahwa bacaan shalawat tertentu mempunyai fungsi dan faedah tertentu untuk mengeluarkan kandungan Perbendaharaan Tersembunyi sesuai dengan kandungan misteri yang ada dalam kalimat-kalimat bacaannya. Misalnya, shalawat Fatih di atas diyakini memiliki pelebur dosa, meluaskan rezeki, bertemu nabi dalam mimpi dan bahkan dalam keadaan terjaga, dan dibebaskan dari api neraka. Contoh lainnya yang masyhur adalah Shalawat Nariyyah, yang menjadi amalan banyak Wali Allah dan juga umat Muslim awam. Diriwayatkan bahwa shalawat ini bisa dengan cepat mendatangkan hajat jika dibaca sebanyak 4444 kali dalam sekali duduk. Seorang putra dari Wali Allah menyatakan bahwa jumlah bacaan shalawat ini tergantung pula pada niatnya. Misalnya, masih menurut beliau, jika kita membacanya dengan niat agar bisa mukasyafah (terbuka hijab gaib), dianjurkan sering-sering membaca 4444 kali dalam sekali duduk, atau setiap malam 313 kali secara istiqamah.
Proses kita menuju totalitas tersebut merupakan upaya untuk menyerap semua nama dan sifat Tuhan secara sempurna dan harmonis melalui perantaraan (barzakh) Rasul. Ini adalah salah satu aspek dari fana fi-rasul. Seorang Sufi atau Wali Allah yang telah mencapai taraf fana fi-Rasul, atau “menyatu” dengan Nur Muhammad, maka ia akan merasakan kehadiran Muhammad bahkan dalam keadaan terjaga, dan bercakap-cakap dengannya. Imam al-Haddad, sang penyusun amalan “Ratib Haddad” yang termasyhur itu, menurut riwayat pernah berziarah ke makam Rasulullah dan mengucapkan salam. Lalu terdengar jawaban dari Nabi atas salam itu. Semua yang hadir bisa mendengarkan jawaban itu.
Bahkan dalam tingkatan yang lebih tinggi dan halus, sebagian Sufi melalui penglihatan batinnya (kasyaf) mereka bisa melihat sosok seorang Sufi sama persis dengan sosok Muhammad, baik dalam bentuk tubuh maupun parasnya. Abu Bakar Syibli, misalnya, dalam keadaan fana mengatakan “Aku adalah Rasulullah.” Pada saat itu salah seorang muridnya melihat Sybli dalam rupa Muhammad seperti yang pernah disaksikan dalam mimpinya dan kasyafnya. Maka mendengar sang guru berkata seperti itu, secara spontan ia menjawab “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah.” Hal yang sama juga pernah disampaikan oleh Syekh Muhammad Samman. Ketika Syekh Samman sedang fana ia akan terus memuji Muhammad saw dengan membaca shalawat yang menguraikan hakikat Muhammad, yakni shalawat Sammaniyah. Pada keadaan ini kadang beliau berucap, “Aku adalah Muhammad yang dituju” atau “Aku adalah Nabi Muhammad dan Nur Muhammad,” dan “jasadku mirip dengan jasad Muhammad.”
Salah satu contoh lagi isyarat rahasia terdalam dari Nur Muhammad ini dialami oleh salah seorang murid dari Wali Allah Syekh As-Sayyid Qamarullah Badrulmukminin Musyawaratul Hukuma Qamaruzzaman. Dalam sebuah mimpi ia melihat Rasullullah, Imam Mahdi dan gurunya memiliki bentuk tubuh dan paras yang sama persis. Dan setiap kali ia bermimpi tentang Rasul, ia selalu menyaksikan gurunya di sisi beliau. Kadang-kadang, menurut muridnya, dalam beberapa perbincangan dengan Syekh As-Sayyid Qamarullah, tidak jelas apakah yang bicara itu Syekh ataukah Rasulullah. Bahkan di beberapa kesempatan, barangkali dalam keadaan “ekstase,” Syekh ini menyatakan dirinya diberi amanat untuk memberi keselamatan (rahmat) alam, sebuah tugas Nabi Muhammad.

Tetapi tentu saja semua contoh di atas tidak bisa dilihat dari perspektif umum atau lahiriah, sebab hal-hal ini berada dalam konteks gaib dan rahasia ilahi yang hanya dipahami oleh orang-orang yang memang diberi izin dan diberi hak untuk memahaminya. Kondisi tertinggi dalam persatuan dengan Nur Muhammad ini, secara teori, biasanya dialami oleh para wali yang telah mencapai kedudukan tertinggi, seperti wali Qutb (Kutub) atau Qutb Al-Aqtab (Rajanya Para Kutub) atau Sulthanul Awliya.
Ini adalah salah satu misteri terdalam (al-haqiqah) dari hubungan antara Allah, Nur Muhammad, Muhammad saw, alam dan manusia (orang mukmin). Sebuah misteri yang tak bisa diselami makna hakikinya hanya melalui kata-kata. Dan, misteri agung yang suci ini terangkum dalam shalawat agung dari Syekh ‘Arif Billah Al-Qutb As-Syekh Muhammad Samman, sang pendiri tarekat Sammaniyah:

"Ya Allah, semoga Engkau sampaikan shalawat bagi yang kami hormati Muhammad; dia adalah asal-usul dari segala yang maujud, yang meliputi semua falak (benda-benda langit) yang tinggi; huruf alif pada Ahmad artinya adalah dzat yang mengalir pada setiap molekul; huruf ha pada ahmad artinya hidupnya makhluk dari awal sampai akhir; huruf mim pada kata Ahmad berarti tahta kerajaan ilahi yang tiada banding; huruf dal pada lafal Ahmad artinya keabadian yang tanpa akhir. Engkau yang telah menampakkan diri pada Nur Muhammad yang Engkau cintai. Ia adalah tahta kehormatan yang padanya Engkau percikkan cahaya Dzat-Mu. Engkau menampakkan Diri (kepadanya) dengan Cahaya-Mu. Hakikat Muhammad adalah cermin yang memantulkan keindahan-Mu, memantulkan sinar dalam Asma-Mu dan Sifat-sifat-Mu. Ia bagaikan matahari kesempurnaan yang memancarkan cahayanya bagi seluruh makhluk di alam, yang telah Engkau bentuk seluruh alam ini dari padanya (yakni dari Nur Muhammad). Setiap orang yang mencapai hakikat Muhammad akan Engkau dudukkan di atas permadani yang berdekatan dengan-Mu. Engkau tetapkan (berikan) kepadanya sebuah kunci perbendaharaan kekasih-Mu yang agung; kunci itu gaib dan tersembunyi tetapi ia (juga) nyata. Kunci perbendaharaan itu menjadi perantara di antara Engkau dan hamba-hamba-Mu. Hamba-Mu hanya bisa naik dengan cinta kepada Ahmad (Muhammad Saw.) untuk menyaksikan kesempurnaan-Mu. (shalawat) ini juga bagi keluarganya yang mengalirkan ilmu hakikat, dan bagi para sahabatnya yang menjadi pelita yang menunjukkan jalan bagi setiap insan. Shalawat ini adalah dari-Mu bagi Ahmad, diterima olehnya dari kami dengan berkah keutamaan-Mu. Shalawat ini melekat pada Dzat-Nya dalam gumpalan cahaya tajalli-Nya. Shalawat yang menyucikan hati kita dan rahasia-rahasia batin kita. Shalawat yang mengangkat roh-roh kita dan melimpahkan berkah kepada kita, guru-guru kami, kedua orang tua kami, saudara-saudara kami, dan segenap umat Muslim. Shalawat ini beriring dengan salam dari Engkau Ya Allah, hingga hari kiamat. Shalawat dan salam yang jumlahnya tak terhitung bagi Muhammad Al-Amin, dan juga kepada keluarganya dan para sahabatnya; segala puji bagi-Mu dari-Mu sepanjang masa. "

Dengan mengaktualisasikan potensi yang bersifat ilahiah ini, berarti kita menafikan wujud kita dan menegaskan wujud Allah, karena wujud kita hanyalah wujud dalam arti majaz (kias), dengan demikian kita kembali ke sifat asli kita yakni ketiadaan, adam, dan karena itu pula kita menjadi cermin yang bening kembali, menjadi seperti pribadi Nabi, yang memantulkan nama dan sifat Tuhan, lokus tajaliyyat Tuhan yang sempurna—innallaha khalaqa adama ala suratihi (Sesungguhnya Allah menciptakan adam sesuai dengan Citra-Nya)—atau insan kamil.

Wa Allahu a’lam bi ash-shawab.

Salam,
Http://ferrydjajaprana.multiply.com

Seberapa Kaya Umar bin Khattab


                       
        by Ervan for group islamunderattack


Selama ini, kita hanya mengetahui bahwa hanya ada dua sahabat Rasul yang benar-benar sangat kaya, yaitu Abdurrahman bin Auf dan Ustman bin Affan. Namun sebenarnya, sejarah juga sedikit banyak seperti “mengabaikan” kekayaan yang dipunyai oleh sahabat-sahabat yang lain.

Ingat perkataan Umar bin Khattab bahwa ia tak pernah bisa mengalahkan amal sholeh Abu Bakar? Itu artinya, siapapun tak bisa menandingi jumlah sedekah dan infaqnya Abu Bakar As-Shiddiq.

Lantas, bagaimana dengan kekayaan Umar bin Khattab sendiri? Khalifah setelah Abu Bakar itu dikenal sangat sederhana. Tidur siangnya beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma, dan ia hampir tak pernah makan kenyang, menjaga perasaan rakyatnya. Padahal, Umar adalah seorang yang juga sangat kaya.

Ketika wafat, Umar bin Khattab meninggalkan ladang pertanian sebanyak 70.000 ladang, yang rata-rata harga ladangnya sebesar Rp 160 juta—perkiraan konversi ke dalam rupiah. Itu berarti, Umar meninggalkan warisan sebanyak Rp 11,2 Triliun. Setiap tahun, rata-rata ladang pertanian saat itu menghasilkan Rp 40 juta, berarti Umar mendapatkan penghasilan Rp 2,8 Triliun setiap tahun, atau 233 Miliar sebulan.

Umar ra memiliki 70.000 properti. Umar ra selalu menganjurkan kepada para pejabatnya untuk tidak menghabiskan gajinya untuk dikonsumsi. Melainkan disisakan untuk membeli properti. Agar uang mereka tidak habis hanya untuk dimakan.

Namun begitulah Umar. Ia tetap saja sangat berhati-hati. Harta kekayaannya pun ia pergunakan untuk kepentingan dakwah dan umat. Tak sedikit pun Umar menyombongkan diri dan mempergunakannya untuk sesuatu yang mewah dan berlebihan.

Menjelang akhir kepemimpinan Umar, Ustman bin Affan pernah mengatakan, “Sesungguhnya, sikapmu telah sangat memberatkan siapapun khalifah penggantimu kelak.” Subhanallah! Semoga kita bisa meneladani Umar bin Khattab. (sa/berbagaisumber/Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khattab/khalifa)

eramuslim.com