2/01/2010

Mensucikan VS Disucikan Jiwanya


Mensucikan VS Disucikan Jiwanya Dec 3, '09 11:04 PM


Oleh : Ferry Djajaprana

Ada sebuah pertanyaan tentang S. As-Sams 9, 10 : “ Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensucikan JIWANYA dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya.”

padahal di ayat lain dijelaskan: “Dan tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan” (Al-waqiah (79)).

yang satu mensucikan, yang satu lagi disucikan. Pertanyaannya: kapan mensucikan dan kapan disucikan..? jika yang mensucikan itu adalah hal JIWA, apakah yang disucikan juga JIWA..?

Jawab :

Membandingkan ayat sebaiknya kita harus memahami azbabul nuzul tentang ayat tersebut melalui tafsir Al Quran. kalau kita buka surat al Syam (QS. 91)maka menjelaskan tentang jiwa dan penyempurnaannya (6), Allah mengilhamkan jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaan (7). Sesungguhnya orang yang beruntung yang menyucikan jiwa itu (9).

yang disucikan itu ada di surat Al Waaqi'ah, pada ayat ini:

77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,

78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),

79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.

Pada surat Al Waqiah ini berisi tentang siksa neraka dan surga, dan pentingnya bertakwa di saat kita tinggal dunia, karena dunia adalah ladang akherat.

Pertanyaannya : apakah yang mensucikan dan disucikan adalah jiwa?

Dalam pembahasan Tasawuf manusia bukanlah mahluk hidup yang hanya terdiri dari fisik belaka, melainkan lebih dari itu manusia adalah mahluk ruhani. Manusia dalam Bahasa Arab adalah nafs yang berarti diri, pribadi. Ada satu ungkapan yang umum bagi kalangan Sufi yaitu "Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu" yang artinya "Barang siapa yang mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya" dan firman Allah dalam Al Quran yang menjelaskan bahwa manusia tercipta dari Diri yang satu.

Selain disebut nafs, manusia juga disebut Insan dan basyar. Insan sudah ada sebelum diciptakannya waktu akan tetapi bentuk atau wujudnya berupa ruh/jiwa/spirit.

Spirit dalam Bahasa Yunani artinya murni, maksudnya sesuatu yang murni yang tiada bentuk sebelum diciptakannya langit dan bumi. Insan sudah ada sejak zaman azali, sebelum diciptakannya waktu. Di dalam ilmu Fisika disebutkan bahwa adanya waktu karena adanya gerak atau perpindahan ruang, adanya perpindahan ruang terjadi karena perpindahan materi. Jadi, apabila tidak ada materi maka relevansinya tidak ada waktu.

Akan tetapi walaupun manusia diciptakan sebagai ruh setelah tercipta langit dan bumi manusia tidak menetap di alam ruh tetapi harus melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi. Untuk itu diciptakan jasad yang terbuat dari sari pati tanah.

Dari sari pati tanah, carbon, hidrogen, fosfor, dan lain sebagainya membentuk suatu tubuh. Basyar terbentuk dari tanah kemudian diturunkan ruh pada dimensi tubuh. Yang disebut manusia atau al insan sesungguhnya adalah ruhnya bukan tubuhnya. Kalau tubuh adalah sebagai alat untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah di dunia ini.

Ruh berbeda dengan jiwa.. kalau ruh adalah sesuatu yang suci bersifat keilahian sedangkan jiwa bersifat membumi. Membedakannya melalui rasa.

Rasa nafsani/emotional/jiwa : ini paling sering dialami karena berhubungan dengan orang lain, ini yang memainkan rasa bahagia - sedih, sayang - benci, berani - takut, rindu - cemburu, tenang - gelisah, indah - jelek, lapang dada- kecil hati. Rasa kemanusiaan tidak memiliki perekat yang kuat di dalam diri sehingga ia mudah berubah, seiring dengan perubahan waktu.

"Positif (Taqwa) - negatif (fujur)", (QS. As Syam, 91 : 8-9)

Rasa Ruhani (spiritual) : yang selalu bersifat positif sehingga kita tawadhu, sabar, ikhlas, syukur, yakin, tawakal, ridha dan khusyu.

Setelah kita tahu bahwa jiwa dan ruh berbeda, maka kita tahu obyek apa yang akan kita bersihkan yaitu JIWA/ AN Nafs dari sifat negatif (fujur) menjadi taqwa ( QS. Asyam).

Hal ini dikuatkan dengan Al Waqiah, berupa sambutan Tuhan akan ketakwaan.. Tuhan menyambutnya dengan mempermudah orang yang ingin mensucikan dengan cara nafsnya disucikan sehingga membaca Al Quranpun menjadi mudah.

“ Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS Al Waqiah).

Kaum sufi melakukannya dengan cara Tazkiyatun Nafs. (saya sudah bahas ini dua hari lalu, dalam rasa ruhani). Penyucian jiwa dilakukan dengan cara mentransformasikannya dario nafs yang rendah ke nafs yang tinggi. Yang disucikan adalah nafs ammarah atau jiwa yang menyuruh kepada kejahatan.

Menurut Al Quran “Sungguh jiwa menyuruh kepada kejahatan..”.(QS 12:53)

Apabila jiwa sudah dibersihkan dan mulai menjauhi kejahatan maka ia mulai mencela dan memperbaiki dirinya (al Nafs al lawamah atau jiwa yang mencela).

“Dan Aku bersumpah demi jiwa yang mencela dirinya sendiri..” (QS. 75.2)

Manakala jiwa sudah disucikan dan menggapai cinta Allah serta mendapatkan kebahagiaan, maka iapun akan berbuat baik dan benar, dan bukan lagi menjadi sumber kejahatan, Ia sudah mencapai sifat malakut, serta melakukan apa yang diperintah Allah.

“Yang tidak pernah menolak perintah yang mereka terima dari Allah, tetapi mereka mengerjakan apa yang diperintahkan oleh mereka”. (Qs. 26.6)

Nah, nafs ini kemudian menjadi sumber yang darinya mengalir semua amal kebaikan dan pikiran baik.

Kapan mensucikan dan disucikan, diatas sudah saya sebutkan di atas bahwa di dalam ilmu Fisika disebutkan bahwa adanya waktu karena adanya gerak atau perpindahan ruang, adanya perpindahan ruang terjadi karena perpindahan materi. Jadi, apabila tidak ada materi maka relevansinya tidak ada waktu. Artinya, sejak kita lahir kita harus memperbiki nafs kita atau mensucikan nafs kita..dan membawanya ke arah ketakwaan karena kalau tidak kita akan fujur. Sedangkan disucikan bilamana satu tahapan (maqamat) selesai, maka kita akan disucikan jiwanya...

Dalam buku ”Al kimiya al Saadah” - Al Ghazali.. menjelaskan tentang pengkikisan karat pada logam.., diibaratkan annafs ini karat logam yang perlu dipanaskan, ditempa dan dibentuk untuk dibentuk menjadi sesuai dengan keinginan pandai besi/tukang logam tersebut untuk dihiasi sesuai dengan keinginannya. Nah, proses perubahan jiwa ini di dalam tasawuf dilakukan melalui jalan tharikat.. dan pandai besi tersebut adalah Sang Mursyid. Jiwanya adalah kita yang sebagai muridnya..

Sekian semoga membantu..

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.